Blogroll

https://pasarhots.blogspot.co.id/2018/02/pasang-banner-bisnis-murah.html

Thursday, June 20, 2013

Cerita Dewasa : Kuperkosa Adikku yang Nakal

http://3.bp.blogspot.com/-VSf6cmxImmc/T9mAV12J0rI/AAAAAAAAADQ/Yps9WTR9fdI/s1600/CEWEK+ZONA.gifNama saya adalah Tohir Simanjuntak, seorang anak smu yang doyan banget nge-seks dan jilatin memek seorang cewek. Aq punya adik cewek yang namanya Fina angelina. Aku dan adikku adalah anak orang kaya. Jika aku kelas 3 Smu, fina adikku saat ini duduk di kelas 3 smp mau lulus. Fina di sekolahnya termasuk gadis, cewek yang sangat populer karena kecantikan dan kemolekan tubuhnya. Aq sebagai seorang kakaknya selalu membayangkan jika adikku yang manis dan cantik itu aku setubuhi sendiri. Pasti kontolku bakalan nut-nutan.

Singkat kata, adikku fina memang seorang gadis yang sangat cantik dan merupakan kebanggaan orang tuaku. Selain itu dia juga sangat pandai membawa diri di hadapan orang lain sehingga semua orang menyukainya. Namun di balik semua itu, sang “putri” ini sebetulnya tidaklah perfect. Kepribadiannya yang manis ternyata hanya topeng belaka. Di dunia ini, hanya aku, kakak laki-lakinya, yang tahu akan kepribadiannya yang sesungguhnya. Kedua orang tuaku yang sering keluar kota untuk berbisnis selalu menitipkan rumah dan adikku kepadaku. Tapi mereka tidak tahu kalau aku kesulitan untuk mengendalikan adikku yang bandelnya bukan main. Di hadapanku, dia selalu bersikap membangkang dan seenaknya. Bila aku berkata A, maka dia akan melakukan hal yang sebaliknya. dan tak jarang dia ber-acting di depan orang tuaku yang membuat aku terlihat bodoh di depan mereka. Pokoknya aku sungguh kewalahan untuk menanganinya.

Suatu hari, semuanya berubah drastis. Hari itu adalah hari Sabtu yang tak akan terlupakan dalam hidupku. Pada akhir minggu itu, kedua orang tuaku sedang berada di luar kota untuk urusan bisnis. Mereka akan disana selama tiga minggu. Kebetulan, aku dan adikku juga sedang liburan panjang. Sebetulnya kami ingin ikut dengan orang tua kami keluar kota, tapi orang tuaku melarang kami ikut dengan alasan selain untuk urusan bisnis, kedua orang tuaku ingin menghabiskan waktu bersama lebih banyak tanpa gangguan anak-anaknya yang sudah mulai beranjak dewasa. Mau bulan madu kedua kali. Biarpun adikku kelihatan menurut, tapi aku tahu kalau dia sangat kesal di hatinya. Setelah mereka pergi, aku mencoba untuk menghiburnya dengan mengajaknya nonton DVD baru yang kubeli yaitu Harry Potter and the Order of Pheonix. Tapi kebaikanku dibalas dengan air tuba. Entah bagaimana mulanya acara nonton bareng itu berakhir dengan pertengkaran. Bahkan kali ini dia sudah berani memaki-maki aku dengan kata-kata kotor. Aku tak tahu dari mana dia belajar berbicara seperti itu. Walau aku tahu emosi dia hari itu adalah bentuk dari kekesalannya karena tidak bisa ikut liburan dengan orang tuaku, tetap saja bahasanya telah kelewat batas.

Ini adalah penghinaan terakhir yang bisa kuterima. Aku tak bisa lagi mentoleransi sifat buruknya itu. Akupun menonton DVD sendirian di ruang tamu. Tapi pikiranku tidaklah fokus ke film, melainkan bagaimana caranya membalas perbuatan adikku. Di rumah memang cuma ada kami berdua. Orang tua kami berpendapat bahwa kami tidak memerlukan pembantu dengan alasan untuk melatih tanggung jawab di keluarga kami. Selintas pikiran ngawur pun melintas di benakku. Aku bermaksud untuk menyelinap ke kamar adikku nanti malam dan memfoto tubuh telanjangnya waktu tidur dan menggunakannya untuk memaksa adikku agar menjadi adik yang penurut.

Malam itu, jam menunjukan pukul sebelas malam. Aku pun mengedap di depan pintu kamar adikku. Daun telingaku menempel di pintu untuk memastikan apa adikku sudah tertidur. Ternyata tidak ada suara TV ataupun radio di kamarnya. Memang biasanya adikku ini kalau hatinya sedang mengkal, akan segera pergi tidur lebih awal. Akupun menggunakan keahlianku sebagai mahasiswa jurusan teknik untuk membuka kunci pintu kamar adikku. Kebetulan aku memang mempunyai kit untuk itu yang kubeli waktu sedang tour ke luar negeri. Di tanganku aku mempunyai sebuah kamera digital.

Di kamar adikku, lampu masih terang karena dia memang tidak berani tidur dalam kegelapan. Akupun berjalan perlahan menuju tempat tidurnya. Ternyata malam itu dia tidur pulas terlentang dengan mengenakan daster putih. Tanganku bergerak perlahan dan gemetar menyingkap dasternya ke atas. Dia diam saja tidak bergerak dan napasnya masih halus dan teratur. Ternyata dia memakai celana dalam warna putih dan bergambar bunga mawar. Pahanya begitu mulus dan aku pun bisa melihat ada bulu-bulu halus menyembul keluar di sekitar daerah vaginanya yang tertutup celana dalamnya.

Kemudian aku menggunakan gunting dan menggunting dasternya. Aku tak mau ambil resiko memaksa membuka bajunya secara normal yang mungkin akan membangunkannya. Akhirnya bagian payudaranya terlihat. Di luar dugaanku, ternyata dia tidak mengenakan kutang. Payudaranya tidak begitu besar, mungkin ukuran A, tapi lekukannya sungguh indah dan menantang. Jakunku bergerak naik turun dan akupun menelan ludah melihat pemandangan paling indah dalam hidupku. Kemudian dengan gemetar dan hati-hati, aku pun membuka celana dalamnya. Adikku masih tertidur pulas. Aku tak percaya dia belum terbangun sama sekali.

Pemandangan indah segera terpampang di hadapanku. Sebuah hutan kecil yang tidak begitu lebat terhampar di depan mataku. Sangking terpesonanya, aku hanya bisa berdiri untuk sekian lamanya memandang dengan kamera di tanganku. Aku lupa akan maksud kedatanganku kemari. Sebuah pikiran setanpun melintas, kenapa aku harus puas hanya dengan memotret tubuh adikku. Apakah aku harus mensia-siakan kesempatan satu kali ini dalam hidupku? Apalagi aku masih perjaka ting-ting. Tapi kesadaran lain juga muncul di benakku, dia adalah adik kandungku., For God Sake. Kedua kekuatan kebajikan dan kejahatan berkecamuk di pikiranku.

Akhirnya, karena pikiranku tidak bisa memutuskan, maka aku membiarkan “adik laki-lakiku” di selangkangku memutuskan. Ternyata beliau sudah tegang siap perang. Manusia boleh berencana, tapi iblislah yang menentukan. Kemudian aku meletakan kamera di meja. Aku pun menggunakan kain daster yang sudah koyak untuk mengikat tangan adikku ke tempat tidur. Tangannya ku ikat menyilang di atas kepalanya. Sengaja aku membiarkan kakinya bebas agar tidak menghalangi permainan setan yang akan segera kulakukan. Adikku masih juga tidak sadar kalau bahaya besar sudah mengancamnya. Aku pun segera membuka bajuku dan celanaku hingga telanjang bulat.

Kemudian aku menundukan mukaku ke daerah selangkangan adikku. Ternyata daerah itu sangat harum, kelihatan kalau adikku ini sangat menjaga kebersihan tubuhnya. Kemudian aku pun mulai menjilati daerah lipatan dan klitoris adikku. Adikku masih tertidur pulas, tapi setelah beberapa lama, napasnya sudah mulai memburu. Semakin lama, vagina adikku semakin basah dan merekah. Aku sudah tak tahan lagi dan mengarahkan moncong meriamku ke lubang kenikmatan terlarang itu. Kedua tanganku memegang pergelangan kaki adikku dan membukanya lebar-lebar.

Ujung kepala penisku sudah menempel di bibir vagina adikku. Sejenak, aku ragu-ragu untuk melakukannya. Tapi aku segera menggelengkan kepalaku dan membuang jauh keraguanku. Dengan sebuah sentakan aku mendorong pantatku maju ke depan dan penisku menembus masuk vagina yang masih sangat rapat namun basah itu. Sebuah teriakan nyaring bergema di kamar,” Aaaggh, aduh….uuuhh, KAK ADI, APA YANG KAULAKUKAN??” Adikku terbangun dan menjerit melihatku berada di atas tubuhnya dan menindihnya. Muka adikku pucat pasi ketakutan dan menahan rasa sakit yang luar biasa. Matanya mulai berkaca-kaca. Sedangkan pinggulnya bergerak-gerak menahan rasa sakit. Tangannya berguncang mencoba melepaskan diri. Begitu juga kakinya mencoba melepaskan diri dari pegangannku. Namun semua upaya itu tidak berhasil. Aku tidak berani berlama-lama menatap matanya, khawatir kalau aku akan berubah pikiran. Aku mengalihkan pandangan mataku ke arah selangkangan. Ternyata vagina adikku mengeluarkan darah, darah keperawanan.

Aku tidak menghiraukan semua itu karena sebuah kenikmatan yang belum pernah kurasakan dalam hidupku menyerangku. Penisku yang bercokol di dalam vagina adikku merasakan rasa panas dan kontraksi otot vagina adikku. Rasanya seperti disedot oleh sebuah vakum cleaner. Aku pun segera menggerakan pinggulku dan memompa tubuh adikku. Adikku menangis dan menjerit:” Aduhh..aahh..uuhh..am..pun..ka k…lep..as..kan..pana ss…sakitt!!” “Kak..Adii..mengo..uuhh..yak.. aduh…tubuhku!!! ” Aku tidak tahan dengan rengekan adikku, Aku segera menggunakan celana dalam adikku untuk menyumpal mulutnya sehingga yang terdengar hanya suara Ughh..Ahhh.

Setelah sekitar lima belas menit, adikku tidak meronta lagi hanya menangis dan mengeluh kesakitan. Darah masih berkucuran di sekitar vaginanya tapi tidak sederas tadi lagi. Aku sendiri memeramkan mata merasakan kenikmatan yang luar biasa. Aku semakin cepat menggerakan pinggulku karena aku merasa akan segera mencapai klimaksnya. Sesekali tanganku menampar pantat adikku agar dia menggoyangkan pinggulnya sambil berkata:’ Who is your Daddy?” Sebuah dilema muncul di pikiranku. Haruskah aku menembak di dalam rahim adikku atau di luar? Aku tahu kalau aku ingin melakukannya di dalam, tapi bagaimana bila adikku hamil? Ahh… biarlah itu urusan nanti, apalagi aku tahu di mana ibuku menyimpan pil KBnya. Tiga menit kemudian..crott..crottt..akupu n menembakan cairan hangat di dalam rahim adikku. Keringat membasahi kedua tubuh kami dan darah keperawanan adikku membasahi selangkangan kami dan sprei tempat tidur.
Aku membiarkan penisku di dalam vagina adikku selama beberapa menit. Kemudian setelah puas, aku mencabut keluar penisku dan tidur terlentang di samping adikku. Aku kemudian membebaskan tangan adikku dan membuka sumpalan mulutnya. Kedua tanganku bersiap untuk menerima amukan kemarahannya. Namun di luar dugaanku, dia tidak menyerangku. Adikku hanya diam membisu seribu bahasa dan masih menangis. Posisinya masih tidur dan hanya punggungnya yang mengadapku. Aku melihat tangannya menutup dadanya dan tangan lainnya menutup vaginanya. Dia masih menangis tersedu-sedu.

Setelah semua kepuasanku tersalurkan, baru sekarang aku bingung apa yang harus kulakukan selanjutnya. Semua kejadian ini di luar rencanaku. Aku sekarang sangat ketakutan membayangkan bagaimana kalau orang tuaku tahu. Hidupku bisa berakhir di penjara. Kemudian pandangan mataku berhenti di kamera. Sebuah ide jenius muncul di pikiranku. Aku mengambil kameranya dan segera memfoto tubuh telanjang adikku. Adikku melihat perbuatanku dan bertanya: ”Kak Adi, Apa yang kau lakukan? Hentikan, masih belum cukupkah perbuatan setanmu malam ini? Hentikan…” Tangannya bergerak berusaha merebut kameraku. Namun aku sudah memperkirakan ini dan lebih sigap. Karena tenagaku lebih besar, aku berhasi menjauhkan kameranya dari jangkauannya. Aku mencabut keluar memori card dari kameranya dan berkata: “Kalau kamu tidak mau foto ini tersebar di website sekolahmu, kejadian malam ini harus dirahasiakan dari semua orang. Kamu juga harus menuruti perintah kakakmu ini mulai sekarang.”

Wajah adikku pucat pasi, dan air mata masih berlinang di pipinya. Kemudian dengan lemah dia mengganggukkan kepalanya. Sebuah perasaan ibaratnya telah memenangi piala dunia, bersemayam di dadaku. Aku tahu, kalau mulai malam itu aku telah menaklukan adikku yang bandel ini. Kemudian aku memerintahkan dia untuk membereskan ruangan kamarnya dan menyingkirkan sprei bernoda darah dan potongan dasternya yang koyak. Selain itu aku segera menyuruhnya meminum pil KB yang kudapat dari lemari obat ibuku. Terakhir aku menyuruhnya mandi membersihkan badan.

Malam itu, aku telah memenangkan pertempuran. Aku bisa bayangkan apa yang akan kudapatkan dalam tiga minggu ini lebih dari apa yang pernah kupikirkan. Selama tiga minggu kepergian orang tuaku, aku akan menguasainya. aku akan bersenang-senang.

Keesokan paginya aku bangun lebih awal. Aku memasak sarapan untuk kami berdua. Acara sarapan pagi itu begitu hening. kami berdua hanya diam saja tak ada yang mau berbicara. Setelah selesai makan, dia segera mengambil tasnya lalu bergegas ingin pergi secepatnya. tapi aku memanggilnya.

"Fin, kamu ga sopan banget sih." Kataku kesal menghentikan langkahnya.

"Kenapa kak ?" tanya dia agak gugup.

"Kemari kamu !" aku buat nada suaraku sekesal mungkin. Dia lalu mendekat kembali ke meja makan. Saat dia sudah berada cukup dekat denganku aku bangun dari kursi makanku dan menarik dagunya ke arahku. Ku lumat bibir mungilnya dengan buas. Fina yang sempat terkejut dengan tindakanku tak mampu berbuat banyak dan hanya bisa menerima ciumanku. Selama satu menit aku melumat bibirnya baru aku melepasnya. Dia terlihat terengah - engah menerima ciuman ganasku.

"Mulai besok, kalau kamu mau pergi sekolah kamu harus pamit dari kakak dulu ya." Fina hanya menunduk dan mengangguk pelan.

"Fina pergi dulu kak." katanya lemah lalu dia pergi.

Malam harinya aku sedang asik nonton di ruang tengah. Adikku telah masuk ke kamar sejak sore. Mungkin dia begitu takut bertemu denganku. Aku lalu memanggilnya.

"Fina.... Fin...." Panggilku dari ruang tengah.

tak lama terdengar suara kunci pintu kamarnya dibuka. dia segera keluar dari kamarnya. (sebelumnya ini tak pernah terjadi. Fina paling susah kalo kupanggil.)

"Ada apa kak?" tanya dia ketakutan,

"Sini, temanin kakak nonton."

"Tapi, Fina ngantuk kak."

"Sebentar aja." Kataku ketus. "Lagian kamu udah tidur sejak pulang sekolah. masa masih ngantuk sih." Fina lalu mendekat dan duduk disampingku. Aku ambil sebuah DVD XXX dari balik bajuku yang telah kusiapkan sebelumnya.

"Putarin dong." Fina sempat terkejut melihat kaset yang kuberikan padanya. Tapi dia ga protes. Lalu dia segera memasangnya.sementara aku memperhatikan lekuk tubuhnya dari belakang.

Tak lama film pun dimulai. Adegan di TV menampilkan adegan sex antara seorang cewe dan dua orang cowo. Si cewe tampak sedang mengoral salah satu kemaluan si cowo. Fina tampak tidak nyaman sekali dengan film tersebut.

Aku lalu mulai menjalankan aksiku. Aku segera menurunkan celanaku dan mengeluarkan kont*lku.

"Ayo, isapin kayak yang di TV" kataku santai.

"Kak? apa-apaan sih? Ga mau ah.." Protes Fina.

"Isapin cepet !! Lo mau foto-foto lu kakak sebar ? hah?" Aku mengancamnya. dan ternyata hasilnya cukup manjur. Walau awalnya ragu-ragu, akhirnya dia melakukannya juga. Kont*l ku mulai dirabanya.

"Kocokin!!" perintahku. Dengan gemetaran tangannya mulai mengocok kemaluanku. "Assshhh... enak banget Fin..."Aku mendesah. setelah lima menit lamanya aku lalu menyuruhnya untuk mengoral kontolku. Pelan-pelan dia memasukkan kontol ku ke dalam mulutnya dan mulai mengulumnya. kuraih rambutnya lalu kumajumundurkan. Rasa nikmat segera menjalari seluruh tubuhku "Ooouuhhhh... luar biasa... enak banget fin...."

tak kupedulikan keadaan adikku yang tampaknya mulai mual dan kewalahan karena sudah mengoralku beberapa lama. aku terus memajumundurkan kepalanya untuk mengocok kemaluanku. Tak lama aku merasa ada sesuatu yang akan meledak dalam tubuhku. gerakan kepalanya segera kupercepat dan akhirnya aku mencapai klimaks. Fina yang sadar aku akan mencapai klimaks berusaha mengeluarkan kemaluanku dari mulutnya tapi usahanya aku gagalkan. Aku tahan kepalanya sekuat mungkin ketika orgasme ku tiba. Dan crot.. crot.... crot... Seluuh spermaku kukeluarkan di dalam mulutnya.

"Ahhhhkkkkk nikmatnya..." gumamku sesaat setelah gelombang orgasmeku berlalu. Fina langsung menarik kepalanya dan memuntahkan sperma di mulutnya. Spermaku berceceran di sofa dan karpet.

"Kenapa dikeluarin ?" kataku protes."

"Fina ga tahan kak?" katanya setengah bersungut hampir menangis.

"Dasar..." umpatku. "Lain kali lu keluarin kakak suruh jilat lagi tau...." Dia tampak ketakutan. "Ya udah... bersihin tuh ludahmu... sampe beceran begitu.Jangan lupa kalo udah selesai matiin dvdnya.kakak mau tidur. ". Setelah itu aku langsung pergi ke kamar meninggalkan fina yang terisak - isak di ruang tengah.

Sejak hari itu, Aku memberi tugas baru untuk mulut mungil adikku dengan bibirnya yang merah merekah. Setiap malam selama seminggu ketika aku menonton TV, aku menyuruh adikku untuk memberi oral seks. Dan aku selalu menyemprotkan spermaku ke dalam mulutnya dan menyuruhnya untuk menelannya. Aku juga memerintahkannya untuk membersihkan rumah dan memasakan makanan kesukaanku.

Ketika orang tuaku kembali minggu depannya, aku memerintahkan adikku untuk bersikap sewajarnya menyambut mereka. Ketika ibuku memeluk adikku, aku melihat wajah adikku yang seperti ingin melaporkan peristiwa yang terjadi selama seminggu ini. Aku pun bertindak cepat dan berkata pada ibuku: “Ibu, gimana perjalanan ibu? Tunjukan dong FOTOnya kepada kami berdua.” Ibuku tersenyum mendengar ini dan tidak mencurigai apa pun. Tapi adikku menjadi sedikit pucat dan tahu makna dari perkataanku. Dia pun tidak jadi berkata apa-apa.

Paling banyak dibaca