Blogroll

https://pasarhots.blogspot.co.id/2018/02/pasang-banner-bisnis-murah.html

Thursday, June 14, 2012

Cerita Dewasa : Diary Evelyn, Gadis yang Dijual (Part 1)

http://3.bp.blogspot.com/-VSf6cmxImmc/T9mAV12J0rI/AAAAAAAAADQ/Yps9WTR9fdI/s1600/CEWEK+ZONA.gifNamaku Evelyn Lin, biasa dipanggil Lin. Saat aku menulis diary ini, usiaku hampir 17 tahun. Kata orang-orang wajahku termasuk cantik menggemaskan, walaupun tubuhku agak mungil, tapi aku dianugerahi badan yang lumayan sexy. Aku menulis diary ini supaya orang-orang tahu kejadian yang menimpa aku dan keluargaku.
Dulu ayahku adalah pemilik sebuah perusahaan yang cukup besar di kotaku. Namun sejak perusahaannya bangkrut, kini keluarga kami dililit hutang. Semua rumah, mobil, dan barang-barang mewah milik kami sudah disita oleh para rentenir yang kejam itu. Sekarang kami tinggal di sebuah rumah kontrakkan kecil dan sudah tidak memiliki apa-apa lagi.


Hari 1

Malam itu, aku dan keluargaku sedang berkumpul di ruang keluarga ketika tiba2 pintu rumahku diketuk keras2. Sebelum Papa sempat membukakan pintu, mereka telah mendobrak masuk terlebih dulu. Singkat cerita, mereka menagih sisa hutang Papa. Papa bilang kalau ia masih belum mampu melunasinya. Tiba2 salah seorang dari mereka menarik lenganku dan bilang “Oke, anak gadismu ini akan jadi tebusannya!”
Sebelum bisa berbuat apa2, mereka menyeret aku ke sebuah mobil box dan mengunci aku di dalamnya. Aku memukul2 pintu itu namun rasanya sia2. Perjalanan itu cukup jauh, sehingga aku sempat tertidur di dalam mobil itu.


Hari 2

Saat aku terbangun, aku menemukan kaki dan tanganku terikat oleh rantai yang tersambung dinding. Aku mencoba melepaskan diri, namun ikatan rantai itu sangat kuat sehingga hanya menyakitkan tangan dan kakiku. Ruang itu seperti gudang, sangat kotor dan dipenuhi box-box besar. Setelah beberapa lama, datanglah dua orang pria berbadan kekar. Mereka menghampiriku dan mencengkeram daguku.
“Eh, lumayan nih cewek, kecil2 imut gini. Pasti laku Bos,” ujar salah satu dari mereka.
Perasaanku sangat kaget saat mendengar kata “laku”. Apakah mereka akan menjualku? Apa yang akan terjadi pada diriku? Lamunanku dibuyarkan saat si Bos mencengkeram kaosku dan dengan kasar merobeknya sampai bawah. Tangannya yang kasar langsung menggerayangi tubuhku yang langsing, lalu diikuti oleh anak buahnya. Aku meronta2 karena belum pernah tubuhku dijamah oleh pria manapun. Lebih2 ketika tangan si Bos mulai menyusup ke balik BH-ku dan meremas2 payudaraku.
“Kecil-kecil udah montok nih neng susunya,” ujar si Bos sambil tertawa penuh nafsu. Aku hanya bisa pasrah membiarkan mereka menggerayangi tubuhku. Tidak lama kemudian si Bos memeloroti celana pendekku dan memasukkan jarinya ke dalam celana dalamku. Ia memainkan jarinya ke dalam liang kewanitaanku dengan liar. Badanku menggeliat2 saat merasakan sensasi aneh tersebut. Belum pernah ada benda apapun yang masuk ke dalam organ paling intimku itu.
“Masih perawan nih. Cepet lah ambilin gue kamera,” kata si Bos. Setelah anak buahnya menyerahkannya sebuah kamera digital, ia memotret tubuhku dalam keadaan telanjang bulat, dari segala sisi. Katanya foto-foto itu akan ia tawarkan kepada calon pembeli. Perasaanku semakin kacau. Hancur rasanya harga diriku mengetahui bahwa tubuhku akan dijual untuk kenikmatan orang yang tidak aku kenal.


Hari 4

Singkat cerita, si Bos menemukan pembeli yang ingin memiliki tubuhku. Mereka lalu mengikat seluruh tubuhku yang telanjang bulat, lalu memasukan aku ke sebuah karung yang sangat besar. Aku kembali diseret masuk ke mobil boks itu dan dibawa ke suatu tempat.
Sesampainya di sana, mereka menyeret tubuhku yang terikat di dalam karung itu masuk ke sebuah bangunan. Setelah mereka membuka karung itu, aku baru mengetahui bahwa bangunan itu adalah sebuah rumah dua tingkat.
“Hai cantik, kenalin, nama gue Rio,” sapa seorang pemuda yang (sok) ramah. “Nama gue Roy,” sapa temannya. Dari postur tubuh mereka, terlihat bahwa mereka adalah anak kuliahan. Setelah beberapa lama, akhirnya aku mengetahui bahwa mereka berdua mengontrak di rumah itu, yang kebetulan letaknya di dekat kampus mereka. Di rumah itu tidak ada siapa2 kecuali mereka berdua.
Setelah menyerahkan sejumlah uang dalam koper ke orang2 yang menjual aku, kini hanya ada aku, Rio, dan Roy di rumah itu. Rio melepaskan ikatan2 tubuhku, sementara Roy memandangi tubuh telanjangku. “Sumpah Yo, ini cewek kayak artis Korea gitu, imut2 seksi minta diperkosa huahahaha,” ujar Roy.
“Enak aja! Gak bakalan!” teriak aku spontan.
“Plak!” Tangan Roy menghajar pipi kananku. “Diam cantik, kita udah ngeluarin duit banyak buat beli diri lo. Sekarang lo milik kita berdua. Lo mesti ikutin perintah kita, kecuali lo mau mati dengan cara yang menyakitkan!” ancam Roy. Aku hanya bisa menunduk terdiam, membayangkan nasibku ini.
“Sekarang mari kita cobain nih perek,” kata Rio. “Berlutut!” perintahnya, layaknya memerintahkan seekor anjing. Aku terpaksa mengikuti perintah itu.
“Sekarang isep kontol gue!” perintah Rio sambil menurunkan celananya. Penisnya ternyata besar sekali, mungkin karena sebelumnya aku belum pernah melihat penis lelaki. Aku hanya terdiam, tidak dapat membayangkan apa yang akan terjadi bila benda itu masuk ke dalam mulutku. Rio lalu menjambak rambutku dan mendorong kepalaku ke arah penisnya. Karena masih tidak mau membuka mulut, Roy melepaskan ikan pinggangnya dan mencambuk pantatku. Spontan aku berteriak kesakitan dan membuka mulut lebar2. Momen itu dimanfaatkan Rio untuk memasukan penisnya ke dalam mulutku.
“Ayo gerakin maju mundur, cantik, anggep aja lolipop,” perintah Rio. Karena takut, aku terpaksa menggerakan kepalaku maju mundur. “Lebih cepet lagi, bego!” ujar Rio. Bersamaan dengan itu, ikat pinggang Roy kembali mendarat di pantatku. “Terus cambukin aja Roy, biar makin kenceng nih isepannya!” ujar Rio sambil mendesah nikmat.
Penis Rio sudah masuk seluruhnya ke dalam tenggorokanku sehingga aku sulit bernafas. Setiap kali gerakanku melambat, Roy mencambuki pantat dan punggungku. Walaupun aku sudah mencoba melakukan yang terbaik, itu tidak dapat menghentikan Roy menyiksa tubuhku. “Seru nih Yo, pantat montok kayak gini emang paling enak buat dipecutin,” ujarnya.
Tidak lama kemudian, penis Rio memuncratkan spermanya ke dalam mulutku. Aku berusaha memuntahkannya, namun penis Rio menahan mulutku sehingga terpaksa kutelan cairan itu. Rio mencabut penisnya lalu mengusapkan sisa sperma di penisnya ke mukaku. “Gile tambah imut aja lo belepotan sperma!”. Setelah itu, mereka bertukar posisi, Roy menyodokkan penisnya ke mulutku, sementara Rio mencambuki tubuhku dari belakang. Setelah “adegan” itu, aku menengok ke belakang dan mendapati punggung dan pantatku penuh dengan garis2 merah. Pantatku rasanya panas dan perih, walaupun mereka sudah berhenti mencambuki aku.
Setelah itu, mereka menyeret aku ke sebuah kamar, lalu mengikatkan tangan dan kakiku ke ujung-ujung ranjang, sehingga tubuhku menyerupai huruf X. Mereka meninggalkan aku di sana sampai malam. Saat datang lagi di malam hari, mereka membawa lima orang temannya. “Mari kita pesta malam ini!” teriak Rio. Ia, yang mengaku membayar paling banyak dan berhak merengut keperawananku, langsung melepaskan pakaiannya dan berlutut di depanku. Ia mengarahkan penisnya ke vaginaku, lalu memasukannya secara tiba2. Aku langsung menjerit kesakitan saat benda keras itu masuk ke liang kewanitaanku itu. Rasa sakitnya luar biasa, melebihi rasa sakit ketika dicambuki tadi siang. Kata Rio, itu karena vaginaku masih sempit. Setelah puluhan kali juga akan biasa. Puluhan kali? Seseorang tolong aku!
Lamunanku buyar saat kurasakan penis Rio merobek selaput daraku. Terlihat darah mulai mengalir keluar dari vaginaku, membasahi penis Rio. Penis itu seolah-olah mengoyak-ngoyak dinding vaginaku. Rintihan kesakitan yang keluar dari mulutku nampaknya menjadi irama yang menyenangkan bagi pria-pria bejat itu. Sambil memperkosa vaginaku, Rio juga meremas2 payudaraku, serta berusaha melumat bibirku. Ia berulang kali menampar mukaku bila aku menolak untuk mengikuti perintahnya. Bahkan ia mengancam akan menggunting puting susuku bila berani melawan.
Sekitar lima belas kemudian, Rio menyemburkan spermanya ke dalam rahimku. Ia lalu mencabut penisnya, lalu duduk di atas perutku. Badan Rio yang cukup berat membuat tubuhku sesak. Ia lalu memainkan penisnya di antara kedua belah payudaraku, sehingga sisa spermanya membasahi dadaku.
Kemudian giliran Roy yang menyetubuhi aku. Ia melakukan persis seperti apa yang dilakukan Rio. Rasa sakitnya pun tidak berkurang. Bahkan kali ini Roy memilin dan menggigiti puting susuku, menimbulkan rasa perih yang luar biasa. Setelah itu, teman-teman mereka bergantian memperkosa aku yang tidak bisa berbuat apa2. Setelah beberapa kali diperkosa, aku mulai “terbiasa”, dan rasa sakitnya pun sedikit berkurang. Kira2 tengah malam, ketujuh pria itu telah menikmati tubuhku. Aksi mereka bermacam2, mulai dari menjilati leher dan payudaraku, menciumi leher dan bibirku, menggigit dan memelintir puting susuku, dan lain2. Setelah itu, kelima teman Rio pulang meninggalkan Rio dan Roy berdua di kamar itu.
Mereka lalu melepaskan ikatanku. Badanku terasa sangat lemas sehingga tidak bisa berbuat apa2. Roy memaksa aku untuk menungging. Ia lalu memukuli pantatku dengan tangannya. Masih belum hilang bekas luka cambukan tadi siang, sekarang rasa sakit di pantatku kembali membara. Suara tangan yang menampar gumpalan daging bergantian dengan suara teriakanku yang kian melemah, berlangsung selama belasan menit. Setelah puas, ia mulai menjilati belahan pantatku, lalu masuk ke lubang duburku sehingga aku merasa geli. Tanpa sepengetahuanku, tiba2 ia memasukan penisnya ke lubang pantatku yang sangat sempit itu. Aku kembali merasakan sakit yang luar biasa, sehingga menjerit sekeras-kerasnya. Melihat mulutku yang terbuka lebar, Rio pun kembali memaksaku mengulum penisnya. Kini tubuhku diperkosa sekaligus dari depan dan belakang. Di saat yang hampir bersamaan, mereka menyemburkan spermanya di lubang pantat dan mulutku. Setelah itu mereka bertukar posisi. Roy memaksaku mengulum penisnya yang baru saja keluar dari lubang kotoranku. Tentu saja aku merasa jijik dan enggan. Namun saat penis Rio masuk ke lubang pantatku, aku kembali menjerit sehingga penis Roy pun dengan mudah masuk ke mulutku. Setelah puas menyetubuhi aku, mereka melepaskan penisnya dari tubuhku, lalu tubuhku jatuh ke ranjang karena kelelahan. Setelah itu mereka meninggalkan aku yang tidak sadarkan diri.

Hari 5

Pagi ini aku dibangunkan dengan seember air dingin yang dituangkan ke mukaku. Aku pun terbangun dengan kaget. Rio yang mengguyur aku lalu meyuruhku mengikutinya ke dapur.
“Lo bisa masak apa Lin?” tanya Rio.
“Emm aku gak bisa masak Kak” jawabku.
Rio lalu menjedotkan kepalaku ke dinding dapur keras2. “Dengerin Lin (mungkin ia tahu namaku dari orang yang menjual aku), pertama lo harus panggil gue Tuan! Gue bukan kakak lo!”
“Iya, maaf Tuan,” sahutku lirih. Lagipula siapa yang mau punya kakak sebejat dia.
“Kedua, gue udah beli lo mahal2, tapi gak bisa apa2! Nyepong aja gak bisa, masak juga gak bisa! Mau lo gue siksa sampe mati?”
“Eng..enggak Tuan. Saya bisa masak kok,” kataku memberanikan diri. Aku mencoba mengingat resep-resep sederhana yang pernah diajarkan Mama dulu.
“Bagus, sekarang bikinin gue sama Roy makanan.”
Singkat cerita, aku mencoba untuk memasak nasi goreng untuk mereka. Selagi memasak, Rio mencuri kesempatan untuk meraba2 tubuhku. Setelah mencicipi masakanku, Rio menyemburkan isi mulutnya tepat ke wajahku. “Apa-apaan ini? Lo mau bunuh gue?” kata Rio. Aku hanya bisa menunduk dengan muka yang belepotan nasi bercampur ludah Rio. Aku tahu itu hanya ulah Rio saja, toh buktinya ia dan Roy menghabiskan makanan itu dengan lahap. Mereka menyisakan sedikit buatku, yang dari kemarin siang belum makan apapun. Bahkan mereka mengencingi dan menginjak2 makananku. Karena merasa lapar, aku pun terpaksa memakan makanan itu dengan rasa jijik.
“Lin, sekarang kita berangkat ke kampus dulu. Lo bersihin ini rumah, sapu, pel, cuci & setrika, pokoknya pas gue pulang gue mau rumah ini bersih. Kalo nggak lo tau akibatnya!” perintah Rio. Ternyata selain dijadikan gadis pemuas birahi, mereka juga menjadikan aku pembantu rumah tangga. Aku belum pernah merasa sehina ini seumur hidup. Bahkan sebelum meninggalkan rumah, Roy bilang kalau ia ingin buang air kecil. Ia menyuruhku berlutut dan membuka mulut, lalu mengencingi mulut dan wajahku. Dengan terpaksa aku pun menelan sebagian air kencing Roy.
Setelah mereka meninggalkan rumah, timbul tekadku untuk melarikan diri. Aku mengambil sehelai kain untuk menutupi tubuhku yang telanjang, lalu berusaha untuk keluar dari jendela. Setelah beberapa lama, aku pun berhasil keluar dari rumah sialan itu. Aku berusaha sekeras mungkin agar tidak terlihat orang, hingga tiba2 seorang ibu berteriak “Itu pelacur sialan yang suka godain suami2 kita!”
Astaga dari mana pula tuduhan ini. Sialnya teriakan si ibu didengar oleh warga-warga lain. Mereka berdatangan dari segala arah dan menarik2 tubuhku hingga kain yang kupakai terlepas. Setelah berunding, mereka setuju untuk mengikat aku di tiang listrik yang tidak jauh dari lokasi. Beberapa dari mereka mengambil rotan dan memukuli tubuhku, dengan kedua tanganku terikat keatas, sementara kakiku diikat kira2 20 cm dari tanah. Semakin keras aku menjerit kesakitan, semakin bersemangat pula warga-warga itu mengeroyok tubuhku yang dikira pelacur itu. Bahkan sebagian dari mereka melempari aku dengan batu dan kerikil. Beberapa tangan-tangan nakal juga menggerayangi payudara dan daerah sensitifku. Puncaknya ketika seseorang memasukan segenggam ranting pohon ke dalam vaginaku. Bagian ujung ranting yang tajam menusuk-nusuk dinding vaginaku hingga darah mengucur mengaliri paha dan kakiku.
Aku memohon ampun, berharap semua ini berakhir. Ternyata tidak lama kemudian, seorang hansip datang dan menghentikan amuk massa tersebut.
“Stop semuanya stop! Dia bukan pelacur! Dia ‘barang baru’nya bos Rio nih!” ujar si hansip. Aku merasa sedikit lega, walaupun tetap terhina dengan sebutan “barang baru”. Si hansip melepaskan aku dan membawanya ke pos yang tertutup. Di situ ia menggerayangi tubuhku, namun tidak berani memperkosa aku, katanya “takut dimarahin si bos”. Menurut ceritanya, si Bos cukup disegani di kompleks itu, karena konon ayahnya adalah seorang pejabat.
Setelah Rio dan Roy pulang dari kampus, si hansip segera mengantarkan aku ke rumah Rio. Begitu mengetahui bahwa aku berusaha untuk kabur, Rio menampar pipiku keras2. “Beri dia pelajaran Roy! Cewe gak tau diuntung!” Roy, yang nampaknya memiliki kelainan seksual yaitu gemar menyiksa perempuan, langsung tersenyum. Ia menyeretku ke halaman belakang rumah itu, lalu mengikat tubuhku menghadap pohon. Ia memposisikan tanganku memeluk pohon itu, lalu mengikatnya dari belakang pohon itu. Tekstur pohon yang kasar itu bergesekkan dengan sekujur tubuhku yang terluka akibat dikeroyok warga tadi pagi, apalagi vaginaku yang masih terluka akibat ranting-ranting tajam. Roy mengambil rotan, lalu – seperti biasa – mulai mencambuki pantatku. Mulai dari pukulan pelan, makin lama makin keras, hingga sekuat tenaganya. Suara kayu yang megnhantam tubuhku berganti-gantian dengan lolongan kesakitan dari mulutku. Keadaan makin parah ketika hujan deras turun membasahi kami semua. Di tengah hujan itu, Roy semakin semangat menyiksa punggung dan pantatku, apalagi dalam keadaan basah, menurutnya “lebih menggairahkan”. Tubuhku yang telanjang bulat menggigil kedinginan karena hujan lebat itu. Rasa sakit yang luar biasa baik pada bagian depan maupun belakang tubuhku, ditambah rasa kedinginan itu akhirnya membuatku tidak sadarkan diri. Pada saat itu, kukira aku hampir mati kesakitan.
Saat hari sudah malam, aku baru tersadar. Hujan masih turun, walaupun tidak selebat tadi sore. Bekas luka di sekujur tubuhku semakin nyeri saat terkena air hujan, ditambah angin dingin yang menusuk tubuhku. Aku menoleh ke belakang dan mendapati sekujur punggung, pantat, dan pahaku terluka parah, beberapa bagian bahkan mengeluarkan darah. Bahkan mereka memasukan sebuah botol beling kecil ke dalam lubang pantatku. Saat itu lampu rumah sudah gelap. Mereka mungkin sudah tertidur. Aku pun terpaksa bermalam dalam keadaan terikat di sebatang pohon, telanjang bulat, basah dan kedinginan, serta kesakitan karena luka2 akibat penyiksaan berturut-turut dalam hari nahas itu.

Paling banyak dibaca