Aku pernah berbagi kisah dengan teman-teman pembaca semua, dan aku akan
melakukan hal yang sama sekarang untuk yang kedua kalinya. Statusku yang
bebas (mahasiswa perantau) membuatku tidak terbatas dalam berbagai
aktifitas, walau seringkali diantaranya bermuatan negatif. Pengalaman
ini terjadi pada tahun 1999 di bulan November, dimana kota Surabaya
sedang diguyur hujan. Merupakan pemandangan langka kalau Surabaya
dicurahi hujan, karena lebih sering kota ini berada dalam kondisi
kering. Kesempatan itu kumanfaatkan untuk berkeliling mengitari Surabaya
karena suhunya agak bersahabat.
Aku berkeliling dengan menggunakan angkutan umum, ke tempat-tempat
favorit dan belum pernah kujalani sebelumnya. Kali ini aku bersantai di
Galaxy Mall, yang banyak dikunjungi WNI keturunan. Mataku liar
melirik-lirik wanita putih mulus dan trendy. Entah kenapa sejak dulu aku
terobsesi dengan wanita Chinese yang menurut pandanganku adalah tipikal
sempurna dalam banyak hal. Di lantai paling atas, mataku tertuju kepada
seorang gadis cantik dan seksi, sedang makan sendirian, tak ada teman.
Dengan teknik yang biasa kulakukan, kudekati dia. Kami berkenalan
sejenak dan dia menawariku ikut makan. Aku bilang aku sudah kenyang. Dia
bernama Nina **** (edited). Kami seumuran atau paling tidak dia lebih
tua dua tahun dariku. Setelah ngobrol agak lama, dengan mengeluarkan
jurus empuk tentunya, dia mengajakku pulang bersama, karena aku mengaku
akan menunggu angkutan sampai hujan reda.
Akhirnya, aku pun setuju, dan segera berangkat bersamanya. Di dalam
mobil, aku tak bisa tenang karena ketika menyetir, aku bisa melihat
dadanya yang montok dan paha mulusnya bergerak gesit menguasai kemudi.
Tapi dia tidak menyadari itu, karena aku tahu dia tidak akan suka. Hal
itu kusadari dari pembicaraan sebelumnya. Dia kelihatannya wanita
baik-baik. Tapi konsentrasiku sangat terganggu apalagi jalanan di kota
Surabaya yang tidak rata membuat dada indah yang bersembunyi di balik
bajunya bergoyang-goyang. Ditambah lagi harum tubuhnya yang sangat
merangsang. Akhirnya timbul pikiran jahat di otakku.
"Aku pindah ke belakang ya.." kataku.
"Kenapa?"
"Aku ngantuk, mau tiduran, nanti turunkan aku di jalan Kertajaya", kataku berpura-pura.
Saat itu sejuta rencana jahat sudah merasuki otakku.
"Ok, tapi kamu jangan terlalu pulas ya.. nanti ngebanguninnya susah", katanya polos.
Di kala otakku sudah kesetanan, tiba-tiba...
"Jangan berisik atau pisau ini akan merobek lehermu", ancamku seraya
menempelkan pisau lipat yang biasa kubawa. Itu sudah menjadi kebiasaanku
sejak di Medan dulu.
"Don... apa-apaan nihh..?" teriaknya gugup, karena terkejut.
"Aku peringatkan, diam, jangan macam-macam!" bentakku sambil menekan permukaan pisau lebih kuat.
Aku sudah kehilangan keseimbangan karena nafsu.
"Jalankan mobilnya dengan wajar, bawa ke daerah Petemon... cepat..!"
"Ehh.. iiya.. iyahh..." jawabnya dengan sangat ketakutan.
Tas yang tadi diletakkan di jok belakang segera kubuka. Seluruh uang dan kartu kreditnya langsung berpindah ke kantongku.
"Bawa ke Pinang Inn... cepat!" bentakku lagi.
Kali ini aku sudah pindah ke jok depan, dan pisau kutempelkan di
pinggangnya. Sepanjang perjalanan wajahnya pucat dan sesekali
memandangiku, seolah minta dikasihani.
"Jangan mencoba membuat gerakan macam-macam... atau kamu kulempar ke jalan... mengerti?" ancamku lagi sambil berganti posisi.
Aku mengambil alih kemudi. Entahlah, saat itu aku merasa bukan diriku
lagi. Mungkin iblis sedang menari-nari di otakku. Dia hanya membisu,
dengan tubuh gemetar menahan rasa takut. Tiba-tiba HP-nya berbunyi,
kurebut HP itu dan kuhempaskan di jalan sampai pecah.
"Ingat... jangan bertindak aneh-aneh... kalau masih ingin hidup..." pesanku sesampainya di parkiran Pinang Inn.
Mobil langsung masuk garasi, dan aku menghubungi Front Officer. Kubayar, lalu kembali ke garasi.
"Keluar...!"
Dengan wajar kugandeng dia masuk kamar. Kukunci dan kusuruh dia
telentang di kasur yang empuk. Kunyalakan TV channel yang memutar
film-film biru. Pinang Inn memang disediakan untuk bermesum ria. Dia
kelihatan semakin ketakutan, ketika melihatku langsung membuka baju dan
celana. Dengan hanya menggunakan CD, kurebahkan tubuhku di sampingnya
dengan posisi menyamping. Pisau itu kugesek-gesek di sekitar dadanya.
"Agar proses ini tidak menyakitkan, kamu jangan bertingkah.. atau besok mayatmu sudah ditemukan di laut sana... paham?"
"Don.. ke.. ke... napaa.. jadi be.. gii.. ni? Apa.. salahku?" dengan ketakutan dia berusaha membuatku luluh.
"Salahmu adalah... kamu memamerkan tubuhmu di hadapan singa lapar..."
Segera, seluruh bajunya kusobek dengan pisauku yang tajam. Mulai dari
bagian luar sampai dalamnya. Kini dia telanjang bulat di antara serpihan
pakaian mahal yang kusayat-sayat. Dia menagis, mata sipitnya bertambah
sipit karena berusaha menahan air mata yang mulai mengalir deras
ditingkahi isaknya yang sesenggukan. Sejenak aku tertegun menyaksikan
keindahan yang terpampang di hadapanku. Dada putih mulus yang montok,
tubuh langsing, dan... ups... liang kemaluannya yang merah muda
bersembunyi malu-malu di antara paha yang dirapatkannya. Kubuka pahanya.
"Jangann Don... kumohon jangan..." pintanya memelas. Aku sudah tidak peduli.
"Hei... Nin... bisa diam nggak? Mau mati? Hah...?" ancamku sambil
menampar pipinya. Wajahnya sampai terlempar karena aku menamparnya cukup
keras.
"Silakan menjerit... ini ruangan kedap suara... ayo... menjeritlah...", ejekku kesenangan.
Segera kulebarkan pahanya, kuelus permukaan kemaluannya dengan lembut
dan berirama. Sesekali dia menatapku. Ada juga desah aneh di bibirnya
yang tipis. Aku terus mengelus kemaluan itu, sambil dua jariku yang
menganggur mempermainkan puting susunya bergantian. Dia hanya bisa
mendesah dan menangis. Kudekatkan wajahku ke sela paha mulusnya. Dengan
perasaan, kukuak liang kemaluannya, indah sekali. Seumur hidup, baru
kali ini aku melihat kemaluan wanita seindah itu. Bentuknya agak
membukit mungil, ditumbuhi bulu yang halus dan lemas. Bibir kemaluannya
kupegang, kemudian lidahku kujulurkan memasuki lubang yang nikmat itu.
Kujilati dengan perlahan, mengitari seluruh permukaannya.
"Shhh... Don... Donhh.. jangaaann... sshh..." Nina sampai terduduk.
Ada sesuatu yang lucu. Dalam situasi itu sempat-sempatnya dia menggoyang
pinggulnya mendesak mulutku, dan menjambak rambutku sesekali. Dalam
hati aku tertawa, "Dasar wanita... munafik."
"Ayo... Nin... ayo..." kataku pelan mengharap cairan itu segera keluar
membasahi kemaluan indahnya. Saat itu kesadaranku perlahan hadir.
Perlakuanku kubuat selembut mungkin, namun tetap tegas agar Nina tidak
bertindak ceroboh.
Kali ini lidahku mengait-ngait klitorisnya beraturan namun dengan arah
lidah acak. Dia makin bergetar. Goyangan pinggulnya terasa sekali.
"Lho... diperkosa kok malah enjoy... ayo.. nangis lagi... mana...?" olokku.
"Don... jangannhh.. janganh..." balasnya malu-malu, berusaha menggeser
kepalaku dari selangkangannya. Tapi setelah kepalaku digerakkan ke
samping, malah ditariknya lagi hingga mulutku langsung terjatuh di bibir
kemaluannya. Aku pun paham, dia ingin menunjukkan ketidaksudiannya,
namun di lain pihak, dia sangat menginginkan sensasi itu.
"Nih.. aku kasih bonus.. silakan menikmati..." kataku sambil melanjutkan jilatanku.
Sementara tanganku yang kiri membelai payudaranya bergiliran secara
adil. Kiri dan kanan. Sementara tangan kananku kuletakkan di bawah
pantatnya. Pantat seksi itu kuremas sesekali.
"Oghhh... sshhh..."
Nina menggelinjang menahan nafsu yang mulai merasuki dirinya. Sesaat dia
lupa kalau sekarang dia dalam keadaan terjajah. "Sshhh... terrusshh..."
Perlahan lahan, cairan yang kunanti keluar juga. Secara mantap, lendir
bening itu mengalir membasahi liang kemaluannya yang semerbak.
"Donnhhh... Donhhh..." Dia berteriak di sela orgasmenya yang kuhadiahkan secara cuma-cuma.
"Aduh.. Nin.. yang benar aja dong..." ringisku karena saat orgasme tadi, kukunya yang lentik melukai pundakku.
"Maaf... maaf Donhh..."
Aku berhenti sesaat untuk memberinya waktu istirahat. Aku berdiri di
samping ranjang. Dia terkulai lemas. Pahanya dibiarkan terbuka. Kemaluan
genit itu sudah mengundang batang kemaluanku untuk beraksi. Namun aku
berusaha menahan, agar pemerkosaan ini tidak terlalu menyakitkan. Kami
berpandangan sejenak. Dia sudah tidak melakukan perlawanan apa-apa,
pasrah.
"Don... aku tahu kamu sebenarnya baik, jangan sakiti aku yah... aku mau
menemani kamu di sini, asal kamu tidak melukai aku..." pintanya sambil
mengubah posisi telentangnya menjadi duduk melipat lututnya ke bawah
pantat. Liang kemaluannya agak tersembunyi sekarang.
"Kamu masih perawan nggak?" tanyaku ketus.
"Iyah.. masih..."
"Nah.. sayang sekali, kalau mulai besok kamu sudah menyandang gelar tidak perawan lagi..."
"Ah..." dia tercekat.
"Don... semua uang tadi boleh kamu ambil.. tapi mohon jangan yang kamu
sebut barusan... empat hari lagi aku menikah Don... kumohon Don..."
"Ah... daripada cowok lain yang merasakan nikmatnya darah segar kamu,
mending aku curi sekarang..." kataku cepat sambil mendekatinya lagi.
"Don... jangan... kumohon..."
"Diam!"
"Ingat... pisau ini sewaktu-waktu bisa mengeluarkan isi perutmu..." ancamku.
Nina terkejut sekali, karena menyangka aku sudah berbaik hati. Padahal
aku juga tidak sungguh-sungguh marah padanya. Mungkin karena aku yang
sudah terbiasa berteriak-teriak membuatnya ketakutan.
"Sekarang giliranmu", kukeluarkan batang kemaluanku yang sudah agak terkulai.
"Kupikir aku nggak perlu menjelaskan lagi cara membangunkan preman yang
satu ini..." kataku sambil mengarahkan kepalanya berhadapan dengan
batang kemalauanku yang lumayan besar. Sejenak dipandanginya diriku.
Tanpa berkata apa-apa dia memegang batang kemaluanku dan mengocoknya
perlahan. Dikocoknya terus sampai perlahan, si batang andalanku naik.
"Cuma itu?" tanyaku lagi.
Dibuka mulutnya dengan ragu-ragu, kebetulan sekali adegan di TV channel
juga sedang memperagakan hal yang sama. Aku sebenarnya ingin tertawa.
Tapi kutahan, karena gengsi kalau dia tahu. Dikulumnya batang
kemaluanku. Aku berdiri di atas ranjang. Dia berjongkok dan mulai
menggerakkan kepalanya maju mundur.
"Ahhh..." aku mengerang merasa nikmat sekali.
Kulihat matanya sesekali melirik TV. Biar saja, pikirku dalam hati. Toh
ini demi keuntunganku. Dijilatinya kepala kemaluanku. Tapi dia tidak
berani menatap wajahku.
"Auhhgghh..."
"Jangan dilepas..." seruku tertahan.
Aku jongkok dengan mengarahkan kepala ke sela pahanya. Aku telentang di
bawah. Posisi kami sekarang 69. Sewaktu berputar tadi dia menggigit
kemaluanku agar tidak lepas dari mulutnya. Lucu memang. Dengan bibir
kemaluan tepat di atas wajah, kujilati dengan mantap. Kali ini gerakan
lidahku liar mengitari permukaan kemaluannya. Sesekali kusedot bukit
kecil itu sambil memasukkan hidungku yang kebetulan mancung ke lubang
senggamanya.
"Oghhh... Ahhh..." Kami berseru bersahutan. Kubalikkan tubuhnya.
Sekarang dia ada di bawah, namun tetap 69. Kali ini aku lebih leluasa
menjilati kemaluannya.
"Augghhh... Donhh... enakkhh... terusshh..." pintanya.
Lalu kembali menyantap batang kemaluanku dengan garang. Sesekali aku
merasakan gigitan kecil di sekitar kepala kemaluan. Pintar juga dia,
pikirku dalam hati.
Lidahku kujulurkan masuk ke lubang sempit itu dan menari di dalamnya.
Pantatku kugoyang naik-turun agar sensasi batang kemaluan yang berada di
kulumannya bertambah asyik. Sambil menjilat liang kemaluan itu,
jari-jariku mempermainkan bibir kemaluannya.
"Ougghh... Don... enakkhh.. Donnhh.. ahhhh... Donnhh..." serunya
dibarengi aliran hangat yang langsung membanjiri lembah merah muda itu.
"Sekarang waktunya Nin."
Aku mengambil posisi duduk di antara belahan kedua kakinya. Dia masih
telentang. Kugesek lagi kepala kemaluanku yang sudah mengeras sempurna
beradu dengan klitorisnya yang menegang. Dia setengah duduk dengan
menahan tubuhnya pakai siku tangan, dan ikut menyaksikan beradunya
batang kemaluanku dengan klitorisnya yang sudah menjadi genit. Batang
kemaluanku itu kuarahkan ke liang kemaluannya.
"Jangann... kumohon Donh... jangan.." serunya tertatih sambil mencengkeram batang kemaluanku.
"Aku bersedia memuaskan nafsumu, dengan cara apa saja, asal jangan mengorbankan pusakaku."
"Oh ya? Kalau dari anus mau nggak?" tantangku.
Tapi sebenarnya aku tidak lagi perduli karena kemaluanku sudah minta dihantamkan melesak lubang kemaluannya.
"Yah.. terserah kamu Don.."
"Nggak.. mau... aku cuma mau yang ini, ini lebih enak.." teriakku sambil menunjuk liang kemaluannya.
"Nih.. pegang.. masukin...." Dengan ragu dipegangnya batang kemaluanku.
"Don... apa tidak ada cara lain?"
"Cara lain? Ada-ada saja kamu... Hei... kamu jangan bertingkah lagi
ya... jangan sampai kesabaranku hilang. Kamu beri satu milyar pun
sekarang aku nggak bakalan mau melepaskan punya kamu itu sekarang. Aku
sudah nggak tahan... paham... paham? paham..?" bentakku dengan nada
suara lebih meninggi. Pisau yang tadi kusembunyikan di bawah kasur
kuacungkan dan kutekan kuat di dadanya.
"Donn... sakitt.. jangann..." rintihnya ketika pisau tadi melukai dada putihnya. Aku terkesiap. Namun tak peduli.
"Ayo.. dimasukin..." kali ini pisau kutekan lagi.
Darah segar mengalir perlahan dari luka yang kuperbesar, walau tidak begitu parah.
Dengan berat disertai ketakutan, dipegangnya kemaluanku. Diarahkannya ke liang kemaluannya.
"Sulit... sakitt.. Don.. ampunn.. Don..."
"Pegang ini", kataku tidak sadar karena memberikan pisau itu ke
tangannya. Dia juga tidak menyadari kalau sedang memegang pisau. Lucu
sekali. Aku hanya bisa tersenyum kalau mengingat masa itu. Aku menunduk
dan menjilati kemaluannya. Dia melihatku menjilati barangnya. Sesekali
kami bertatapan. Entah apa artinya. Yang pasti aku merasa sudah memiliki
mata sipit yang menggemaskan itu. Digerakkannya pinggul besarnya
seirama jilatanku. Kuremas juga susunya yang segar merekah.
"Augghhh... Ahhh..." jilatanku kupercepat. Cairannya mengalir lagi walau
tidak sebanyak yang tadi. Aku kembali duduk menghadap selangkangannya.
Tiba-tiba aku sadar kalau sebilah pisau ada di tangannya. Segera kuambil
dan kulempar ke lantai. Dia juga baru sadar setelah aku mengambil pisau
itu. Namun sepertinya dia memang sudah takluk.
"Nin.. ludahin ke bawah.. yang banyak..." kataku sambil menunjuk
kemaluannya. Kami sama-sama meludah. Kuoleskan liur yang menetes itu ke
batang kemaluanku, juga ke kemaluannya. Sesekali dia juga ikut mengusap
batang kemaluanku dengan air ludah yang dikeluarkannya lagi di telapak
tangannya. Aku memandanginya dengan sayang. Dia juga seolah mengerti
arti tatapanku itu. Aku segera mengecup bibirnya. Dia membalas. Kami
berpagutan sesaat. Kurasakan batang kemaluanku bersentuhan dengan
perutnya.
"Ayo dicoba lagi.."
Kali ini dipegangnya kepala kemaluanku. "Ah... Shhh"
Dan.., "Oogghhh... aaahhh... Shh..."
Kepala kemaluanku masuk perlahan. Sempit sekali lubang itu. Kusodok lagi
perlahan. Dia hanya bisa menggigit bibir dan mencengkeram tanganku.
Sesekali nafasnya kelihatan sesak. Namun ada juga desah liar terdengar
lirih.
"Donnhh... aku benci.. kaaamu..."
Kusodok terus, sampai akhirnya semua batang kemaluanku terbenam di liang
kewanitaannya. Aku tahu itu sakit. Namun mau bilang apa, nafsuku sudah
di ujung tanduk.
"Brengsek... Donhh.. baajingann.. kamu.. shhh... oghh",
Aku tak peduli lagi umpatannya. Yang kurasakan hanya nikmat
persenggamaan yang benar-benar beda. "Shhh.. shhh... Donhh... Donhh..."
Kupeluk dia erat-erat. Goyanganku makin liar. Aku hanya bisa mendengar
dia mengumpat. Sesekali kupandangi wajahnya di sela nafasku yang
ngos-ngosan. Beragam ekspresi ada di sana. Ada kesakitan, ada dendam,
tapi ada juga makna sayang, dan gairah yang hangat. Kulihat titik-titik
darah mulai mendesak lubang sempit yang tercipta antara batang kemaluan
dan liang kewanitaannya. Seketika tagisnya meledak. "Donhh...
bajingann.. kamuu... jahatt.. kamu Don.. ahhh.. uhh..." dia memukul
dadaku keras sekali.
Tangisnya makin menjadi. Aku iba juga. Kutarik kemaluanku dari liang
kemaluannya. Darah segar mengalir memenuhi lubang yang memerah padam dan
lecet. Kemaluanku kukocok sekuat tenaga ketika spermaku muncrat.
"Ahhh... ahh..." Air maniku memancar keras membasahi dada dan sebagian
wajahnya. Dia menangis sesenggukan.
"Nikmatnya memek perawan kamu Nin..." kataku tersenyum senang.
Aku langsung menjilati darah segar yang sudah membasahi pahanya. Segera
kugendong dia menuju kamar mandi. Di bibir bak, kududukkan dia. Kuambil
kertas toilet dan membasuhnya dengan air. Kuusap darah yang ada di
sekitar kemaluannya dengan lembut. Darah di dadanya yang sudah mengering
juga kulap dengan hati-hati.
"Kamu puas sekarang... bukan begitu Don?" ejeknya di sela tangisnya.
Aku terdiam. Aku merasa menyesal. Tapi mau bilang apa. Nasi sudah
menjadi bubur. Kubersihkan semua darah itu sampai tidak berbekas.
Kujilati lagi kemaluannya dengan lembut. Aku tahu, yang ini pasti tidak
bisa ditolaknya. Benar, dia mulai bergetar. Dipegangnya tanganku dan
diremasnya jariku. Tissue yang kupegang dibuangnya, malah jemariku
dituntunnya ke sepasang dada montok miliknya. "Ahhh... shhh... sekalian
ajaa.. Don.. hamili.. aku.. biar kamu.. lebih... puass..." katanya
sambil mengangis lagi.
Aku sungguh tak mengerti. Terus terang di sana aku seperti orang bodoh.
Tapi dengan santai kujilati terus kemaluannya. Diraihnya batang
kemaluanku dan dikocok-kocoknya perlahan. Kemaluanku sudah terkulai.
Lama dia mencengkeram kemaluanku sampai akhirnya bangkit. Nafsuku
kembali membara. Kugendong lagi dia, dan jatuh bersama di ranjang empuk.
Kami berpelukan dan berciuman lama sekali. Kumasukkan lidahku ke dalam
mulutnya, dan menjilati rongga mulutnya. Entah berapa kali kami saling
bertukaran air liur. Bagiku, air ludahnya nikmat sekali melebihi minuman
ringan apapun. Ketika aku berada di bawah, aku juga menelan semua
liurnya tatkala dia meludahi mulutku. Terserahlah, apakah dia marah atau
bagaimana. Sepanjang dia merasa bebas, aku melayaninya. Hitung-hitung
balas budi. Hehehe...
Aku bergerak ke bawah, menjilati tiap inci sel kulitnya. Lehernya bahkan
kuberi tanda cupangan banyak sekali, walau aku tahu empat hari lagi dia
akan menikah. Peduli setan.
"Ahh.. Don... hhhsshh.. yanghh.. itu.. nikhhmatt", serunya tertahan
ketika putingnya kusedot dan kujilati dengan bernafsu. Tanganku merayap
ke bawah dan membelai lubang kemaluannya yang masih basah. Aku terus
merangkak turun, menjilati perutnya dan mengelus pahanya dengan nakal.
Sesampainya di sela paha kubuka lagi kedua kakinya, terkuaklah liang
kemaluan yang kumakan tadi. Kali ini bentuknya sudah berbeda. Lubangnya
agak menganga seperti luka lecet, namun tidak berdarah. Segera kujilati
lagi untuk kesekian kalinya. "Donn.. enakhh.. nikmathh..."
Jari telunjukku kumasukkan lembut ke lubang itu sambil menjilati
kemaluannya sesekali. "Aduhhh... duh... enaknyaa... Don.. jangan...
berhenti", serunya sambil menggelinjang hebat. Pinggul itu bergerak liar
mendesak mulutku. Kutindih dia dan kuarahkan batang kemaluanku.
"Uhhh... ssshh", serunya sesak ketika batang kemaluanku kuhantamkan ke
liang kenikmatan itu. Goyangan demi goyangan membuat erangannya semakin
ganas. Tentu saja aku semakin beringas. Siapa tahan.
"Donhhh... bajiingann!" untuk kesekian kalinya dia mengumpatku.
Entah apa maksudnya. Kali ini dia sangat menikmati permainan (setidaknya
secara fisik, entahlah kalau perasaannya). Kepalanya terlempar ke sana
ke mari dan nafasnya mendesah hebat.
"Nin... punyaahh.. kamuu... assiikkh.. ahh", seruku ketika denyutan
liang kemaluannya terasa sekali menekan batang kemaluanku. Kubalik dia,
sehingga sekarang posisinya di atas.
"Don.. aku.. akan.. bunuh... kamuu.. suatu.. saat.."
"Silakan.. saajahh..."
Kami berdua berbicara tak karuan.
"Oughhh... aihhh.. sshh", teriaknya menggelinjang sambil mencabuti
bulu-bulu dadaku. Aku merasa kesakitan. Tapi biarlah. Dia sepertinya
sangat menyukai.
"Donh... kamu... kamu..." dia tidak melanjutkan kata-katanya.
Tiba-tiba.., "Donhhh... Donhhh... bajingan... ah..." serunya keras
sekali, sambil menggoyang pantatnya dengan cepat dan menari-nari seperti
kilat. Bunyi becek di bawah sana menandakan dia kembali orgasme. Tapi
goyangannya tidak surut. Kucabut batang kemaluanku dan menyuruhnya
membelakangiku sambil berpegangan pada sisi ranjang. Kuarahkan batang
kemaluanku dari belakang dan, "Oughhh... oughhh... oughhh... oughhh..."
tiap sodokanku ditanggapinya dengan seruan liar. Kugenjot terus sambil
meremasi kedua susunya yang ikut bergoyang. Lama kami pada posisi itu,
tiba-tiba aku didorongnya dan dia berdiri di hadapanku. Aku ditamparnya
keras dan memelukku erat. Ditariknya aku ke ranjang dan memegang
kemaluanku. Ditindihnya aku, dia sendiri yang menghunjamkan kemaluanku
ke liang kewanitaannya.
"Rasakan nihhh... bajingan... shhhh", teriaknya sambil menari-nari di atasku. Aku tahu dia akan orgasme lagi.
"Aduh..Nin.." pekikku tertahan ketika sekarang dia malah menggigit punggungku.
"Don... Don..." dia berseru kencang dan memeluk erat kepalaku di
dadanya. Kupeluk juga dia dan mengangkatnya. Kami berdiri di lantai.
Dengan posisi ini aku bisa menyodoknya dengan sangat keras. Kurapatkan
ke dinding, dan kupompa sekuat tenaga.
"Nin... ahshhh..."
"Donhhh..."
Aku mengeluarkan sperma di dalam kemaluannya. Dia memelukku erat sekali.
Kami berdua ngos-ngosan. Kuangkat dia ke ranjang. Kami terkulai lemas.
Kutarik kemaluanku yang melemah dengan pelan. Kutarik sprei itu karena
sudah berisi noda darah dan bercak cairan yang beragam. Kami tergeletak
berdampingan, tanpa pakaian.
"Don... kamu berhutang padaku, suatu saat aku pasti menagihnya."
"Hutang apa?" tanyaku.
Dia tidak menjawab. Dengan perlahan dia memejamkan mata dan tertidur.
Kupandangi wajahnya yang cantik. Tampak lelah. Hmm... beruntung sekali
calon suaminya. Kuelus rambutnya yang lurus indah dengan lembut. Kuciumi
keningnya dan kupeluk dia. Aku membenamkan wajahku di dadanya dan
terlelap bersama.
Besoknya kami bangun bersamaan, masih berpelukan. Aku sadar, dia tidak
punya pakaian lagi. Segera aku keluar dan pergi ke toko terdekat. Kubeli
T-shirt dan celana pendek. Ketika kembali ke kamar, dia membisu dan tak
mau menjawab pertanyaanku. Didiamkan begitu aku tak ambil pusing.
Kupakaikan T-shirt dan celana pendek ke tubuhnya. Dia masih tetap
membisu.
"Ayo pulang..." ajakku. Dia melangkah lunglai. Kugandeng dia ke mobil,
kududukkan di jok depan. Setelah isi kamar sudah kurapikan, aku langsung
menyetir mobil. Sepanjang jalan dia hanya diam membisu.
"Nin... aku tahu apa yang kamu rasakan. Tapi, satu hal yang aku minta
darimu... jangan membenciku untuk apa yang kuperbuat. Bencilah kepadaku
karena aku bukanlah calon suamimu", kataku agak kesal dengan sedikit
berdiplomasi. Dia memandangku dengan gundah. Namun tetap membisu. Sampai
di daerah rumahnya pun dia tetap diam.
"Oke.. Nin... aku tak tahu apa yang kamu inginkan. Jika ada yang ingin kamu utarakan, lakukanlah sekarang sebelum aku pergi."
Dia hanya diam membisu. Dipandanginya aku agak lama. Karena tidak ada
jawaban, kudekati dia dan kucium tangannya. Dia tidak bereaksi.
"Bye.. Nin.." Aku segera beranjak pergi.
Empat hari kemudian aku memang secara diam-diam mendatangi daerah
rumahnya. Benar, dari informasi yang kudapat dia memang sedang
melangsungkan resepsi pernikahan di sebuah Resto mewah di pusat kota.
Tapi aku tidak pergi melihatnya. Siapa tahu itu hanya akan jadi luka
baru baginya. Pertemuanku terakhir dengannya terjadi di salah satu kafe
di Surabaya. Saat group-ku manggung, aku melihatnya duduk di depan
bersama seseorang (mungkin suaminya).
"Lagu ini kupersembahkan buat seorang wanita paling indah yang pernah
mewarnai perjalanan hidupku", aku pun segera menyanyikan tembang Mi
Corazon dengan penghayatan yang dalam. Dia menikmatinya dengan tatapan
syahdu ke arahku. Tentu saja tak seorang pun pernah tahu, bahwa sesuatu
pernah terjadi di antara kami.
Sekarang setahun sudah lewat. Dia pernah juga meneleponku dan bilang
kalau dia sedang hamil tujuh bulan. Ketika kutanya dimana dia saat itu,
telepon segera ditutupnya. Well, ternyata aku pun sedang mengalami
pemerkosaan darinya. Semoga ini bisa jadi pelajaran berharga buat sobat
semua. Ups... ternyata sekarang ada janji dengan Tante Stella.
Thursday, June 14, 2012
Paling banyak dibaca
-
Playing Card atau di Indonesia sering disebut kartu Remi ( padahal nama salah satu permainan ) mungkin datang dari Timur, Mesir atau Arab – ...
-
Video Mesum Wanita Dewasa Vs Anak Kecil Full 111
-
10. A whale is swimming off the Valdes peninsula (Argentina). 9-Icebergs and an Adelie penguin in Adelie Land of Antarctica. Antarctica...
-
Salam Jp buat yang belum bergabung tunggu apa lagi Togelhok88 Bandar judi online togel terpercaya, Tempat betting aman togelhok88 "LI...
-
Cerita Dewasa – Wanita STW Yang Aku Tiduri Ternyata Ibu TemankuCerita Dewasa – Wanita STW Yang Aku Tiduri Ternyata Ibu TemankuCerita Dewasa ...
-
Kalau kamu perhatikan bentuk-bentuk benda di bumi ini, sangat beragam, bukan? Ada yang bulat, lonjong, persegi, kubus, piramid, dan masih ba...
-
Erotis, Seksi, Menarik serta Kaya? Berikut adalah 10 idola pria Jepang. Penilaiandilakukan atas sering muncul dalam acara TV, film DVD dan...
-
BEIJING--MI: Sejumlah ilmuwan dan pembuat film menemukan spesies baru tikus raksasa dan hewan lain yang selama ini tak pernah disaksikan jau...
-
Pada pertengahan bulan Juni, Fauziah dan anaknya datang ke rumah Waluyo. Anak-anak sekolah baru saja beberapa hari memulai libur panjangnya...
-
Orang memodifikasi tubuh mereka untuk terlihat berbeda. Mereka memiliki perasaan yang unik dan khusus, dipilih dengan cara. Sebagian besa...