Pertama kali baca berita yang memuat soal pelecehan
seksual yang menimpa salah satu siswa sekolah elit di Jakarta, bulu
kuduk saya langsung merinding. Sedih, kesal, marah, semua perasaan
campur aduk jadi satu.
Jadi kebayang betapa hancurnya orangtua korban. Terlebih ketika anaknya bertanya, “Mommy why are you crying, is it bad?,” Duh…. hati jadi benar-benar mak clos, nelongso. Pertanyaan
polos ini jelas-jelas menunjukan kalau anaknya sama sekali belum paham
kalau tindakan tersebut merupakan tindak asusila yang berdampak buruk
untuknya.Sama seperti yang Lita tulis di artikel ini, saya salut ketika mengetahui bagaimana cara Sang Bunda memancing dengan menggunakan tokoh idola anaknya, Captain Amerika dan Hulk, untuk meceritakan kronologis kejadian. Alhamdulillah, sekarang satu persatu para ‘predator’ seksual sekarang mulai diproses oleh pihak kepolisian.
PR terberatnya justru mencari cara memulihkan kondisi sang anak dari trauma. Apalagi menurut beberapa situs berita, korban sudah tidak mau kembali ke sekolah, merasakan ketakutan yang luar biasa, dan mengalami perubahan perilaku yang cukup jelas.
*gambar dari sini
Sebagai orangtua, kita memang nggak bisa menutup mata kalau pelecehan
seksual banyak terjadi di depan mata kita. Bahkan pelecehan ini bisa
dilakukan oleh pengasuhnya atau gurunya sendiri! Aaaah…., kalau
ngomongin soal ini, semua hati orangtua pasti remuk!Tapi, biar bagaimana, sebagai orangtua tentu kita nggak boleh terlihat ‘hancur’, terlebih ketika berhadapan dengan anak-anak. Saya pun akhirnya bertanya pada Mbak Irma Gustiana, psikolog keluarga yang praktik di Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia dan Klinik Rumah hati ini pun memberikan beberapa kiat untuk kita para orangtua, jika telanjur jadi korban (knock-knock on the wood..):
- Kalau anak sudah jadi korban pelecehan atau masih suspect, yang perlu dilakukan orangtua adalah jangan marah, dan jangan menunjukan reaksi berlebihan di depan anak karena anak akan merasa dirinya ada di pihak yang salah.
- Jangan terlalu banyak menginterogasi, mendesak anak, karena hal ini justru akan membuat anak jadi menarik diri.
- Usahkan untuk kontak langsung dengan pihak yang ada di sekitar anak, misalnya guru di sekolahnya.
- Kumpulkan informasi yang lengkap mengenai gelagat perubahan perilaku anak.
- Kalau ternyata memang anak adalah korban, pertama tentunya perlu dilakukan visum, lalu ke pihak kepolisian, dan minta bantuan ke tenaga profesional atau psikolog untuk bisa menggali informasi lebih mendalam pada anak.
- Langkah berikutnya bisa dilakukan psikoterapi kepada anak sehingga dapat membantu trauma healing-nya.
- Dengan beberapa metode pendekatan psikologis yang berkelanjutan dipantau terus perkembangan anak.
- Pada orangtua juga akan diberikan psikoedukasi untuk membantu mentalnya.
- Alihkan dengan serangkaian kegiatan yang bisa menyenangkan anak, minimalisir dulu dari keadaan yang membuat anak trauma.
Mommies Daily


No comments:
Post a Comment