MERDEKA.COM. Anggota Tim Kampanye
Nasional Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK), Ahmad Basarah tidak
percaya dengan hasil sejumlah survei yang menyatakan capres jagoannya
mengalami penurunan elektabilitas. Menurut dia, antusiasme masyarakat di
berbagai daerah semakin tinggi kepada Jokowi ketika dirinya menemani
langsung mantan wali kota Solo itu berkampanye.
Karena itu dia merasa aneh jika hasil survei menyebut elektabilitas Jokowi-JK terus turun. Apalagi, ada survei yang mengatakan jika selisih elektabilitas Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta hanya beda tipis, dia tak percaya akan hal itu.
"Sehingga rasanya aneh kalau elektabilitas Jokowi disebut tidak pernah mengalami peningkatan. Kami menghargai hasil survei yang dilaporkan beberapa lembaga survei akhir-akhir ini. Namun, terhadap hasil survei yang melaporkan perolehan suara Jokowi-JK hanya selisih 3 atau 4 persen lebih banyak dari Prabowo-Hatta sangat tidak sesuai dengan fakta lapangan," ujar Basarah dalam siaran pers yang diterima merdeka.com, Minggu, (29/6).
Wakil Sekjen PDIP ini menduga, skenario kecurangan pilpres telah dimulai. Konspirasi kecurangan pilpres akan dilakukan secara terencana, terstruktur dan masif. Misalnya, pembentukan opini melalui lembaga-lembaga survei yang dibayar.
"Sangat mungkin kecurangan dimulai dari rekayasa pembentukan opini dengan memanfaatkan lembaga-lembaga survei yang akan dibayar untuk mengumumkan hasil survei yang semakin menurunkan elektabilitas Jokowi-JK dan menaikkan elektabilitas Prabowo-Hatta," jelas Basarah.
Dia menambahkan, rekayasa hasil survei tersebut akan merekayasa persepsi publik secara masif. Persepsi publik yang telah terbentuk secara masif tersebut, kata dia, akan ditindaklanjuti dengan rekayasa rekapitulasi suara hasil pilpres.
"Pengalaman pahit proses pemungutan suara pemilu legislatif kemarin masih belum hilang dari ingatan kita. Kecurangan dalam pelaksanaan pileg mulai dari pencoblosan, penghitungan dan rekapitulasi suara yang melibatkan oknum-oknum penyelenggara pemilu yang sebagian besar masih bertugas kembali dalam pemilu presiden ini," tambah anggota Komisi III DPR ini.
Dengan kata lain, menurut Basarah, telah tersedia instrumen yang akan
digunakan untuk melakukan berbagai praktik kecurangan dalam pilpres
yang akan datang. "Kami mendesak agar KPU dan Bawaslu berani bertindak
progresif dan berani mengambil resiko demi menyelamatkan proses pilpres
yang demokratis dan bermartabat. Mari kita selamatkan demokrasi
Indonesia," tandasnya.Karena itu dia merasa aneh jika hasil survei menyebut elektabilitas Jokowi-JK terus turun. Apalagi, ada survei yang mengatakan jika selisih elektabilitas Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta hanya beda tipis, dia tak percaya akan hal itu.
"Sehingga rasanya aneh kalau elektabilitas Jokowi disebut tidak pernah mengalami peningkatan. Kami menghargai hasil survei yang dilaporkan beberapa lembaga survei akhir-akhir ini. Namun, terhadap hasil survei yang melaporkan perolehan suara Jokowi-JK hanya selisih 3 atau 4 persen lebih banyak dari Prabowo-Hatta sangat tidak sesuai dengan fakta lapangan," ujar Basarah dalam siaran pers yang diterima merdeka.com, Minggu, (29/6).
Wakil Sekjen PDIP ini menduga, skenario kecurangan pilpres telah dimulai. Konspirasi kecurangan pilpres akan dilakukan secara terencana, terstruktur dan masif. Misalnya, pembentukan opini melalui lembaga-lembaga survei yang dibayar.
"Sangat mungkin kecurangan dimulai dari rekayasa pembentukan opini dengan memanfaatkan lembaga-lembaga survei yang akan dibayar untuk mengumumkan hasil survei yang semakin menurunkan elektabilitas Jokowi-JK dan menaikkan elektabilitas Prabowo-Hatta," jelas Basarah.
Dia menambahkan, rekayasa hasil survei tersebut akan merekayasa persepsi publik secara masif. Persepsi publik yang telah terbentuk secara masif tersebut, kata dia, akan ditindaklanjuti dengan rekayasa rekapitulasi suara hasil pilpres.
"Pengalaman pahit proses pemungutan suara pemilu legislatif kemarin masih belum hilang dari ingatan kita. Kecurangan dalam pelaksanaan pileg mulai dari pencoblosan, penghitungan dan rekapitulasi suara yang melibatkan oknum-oknum penyelenggara pemilu yang sebagian besar masih bertugas kembali dalam pemilu presiden ini," tambah anggota Komisi III DPR ini.
Diketahui, Indo Barometer hari ini melakukan rilis atas hasil survei suara kedua pasangan capres dan cawapres yang bertarung di pilpres 9 Juli mendatang.
Menurut Direktur Eksekutif Indo Barometer M. Qodari, hasil survei bulan Mei, pasangan Jokowi-JK berada di posisi aman lantaran elektabilitas mereka tidak terganggu.
"Berdasarkan hasil survei 28 Mei-4 Juni 2014 suara Prabowo-Hatta : 36,5% dan Jokowi-JK: 49,9%. Jika kita ibaratkan di World Cup ini 3-0 untuk Jokowi," ujar M. Qodari, di Hotel Harris, Tebet Jakarta Selatan, Minggu (29/6)
"Sedangkan pada Survei 16-22 Juni 2014 elektabilitas Prabowo terus mengalami peningkatan dan Jokowi mengalami penurunan. Prabowo-Hatta 42,6% dan Jokowi-JK 46%, dan ini merupakan lampu kuning untuk tim kampanye Jokowi," imbuh Qodari.
Qodari mengatakan, dari perbandingan survei Mei dan Juni tampak dalam masa kampanye 3 minggu mesin politik Prabowo-Hatta berhasil mendongkrak 6,1% suara sebaliknya Jokowi turun 3,9%. Jika berdasarkan head to head capres dan cawapres, elektabilitas capres Prabowo dan Jokowi saling mengejar. Hasil survei menunjukkan suara Jokowi ada di 45,3% dan Prabowo 42,9%.
"Kalau cawapres Hatta dan JK menunjukkan hasil head to head JK 44,6% dan Hatta 39,3%," ujarnya.
Sumber: Merdeka.com
No comments:
Post a Comment