Blogroll

https://pasarhots.blogspot.co.id/2018/02/pasang-banner-bisnis-murah.html

Monday, July 7, 2014

Serangan Fajar Jelang Coblosan Perlu Diwaspadai

TRIBUNNEWS.COM, YOGYA - Bahaya politik uang mengintai penyelenggaraan Pemilihan Presiden 2014 Rabu (9/7) lusa.
Bayang-bayang keburukan Pemilihan Legislatif April lalu menimbulkan kekhawatiran kembali menjamurnya fenomena serangan fajar.
Warga masyarakat diharapkan mampu menjadi benteng untuk membendung tindak pidana pemilu tersebut.
Pengamat politik UGM Ari Sudjito mengatakan, Pilpres 2014 menjadi harapan namun sekaligus menimbulkan kecemasan bagi bangsa Indonesia.
Harapan, kata Ari, karena adanya potensi perubahan di tengah kebekuan politik yang dialami bangsa ini.
"Namun juga banyak kecemasan karena bayang-bayang politik uang Pileg kemarin," kata Ari saat dihubungi Tribun, Minggu (6/7) siang.
Ia menilai, potensi kembalinya politik uang pada Pilpres 2014 cukup besar.
Menilik pengalaman saat Pileg, menurut Ari pihak Panwaslu cukup kedodoran dalam menyikapi tindak politik uang yang secara jelas banyak terjadi di masyarakat.
Menurut dia, telah terjadi kesalahan secara kelembagaan dan regulasi sehingga menyulitkan bagi masyarakat yang ingin melaporkan politik uang yang mereka temui.
"Masyarakat yang melapor justru ditanya macam-macam, hingga mereka terasa terancam," ujar Ari.
Di sisi lain, Panwas juga tidak mungkin terus menerus memberi pengawasan terhadap setiap rumah. Karena itu menurut dia, pihak Panwaslu perlu membuat mekanisme yang memudahkan anggota masyarakat yang ingin melaporkan kecurangan dalam Pilpres.
"Berat, jika Panwaslu harus awasi semua sendiri, karena kasusnya terjadi di bawah," kata dia.
Hal senada diungkapkan peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat Korupsi) UGM, Hifdzil Alim.
Menurut dia, sikap penolakan dari masyarakat terhadap politik uang merupakan harga mati.
"Siapa lagi yang bisa hentikan politik uang jika bukan dari pemilih sendiri," kata dia saat dihubungi secara terpisah.
Ia menjelaskan, secara umum ada dua cara untuk menyikapi politik uang. Pertama, menggunakan hati nurani masing-masing individu.
Perlu dibangun kesadaran bahwa apa yang mereka lakukan di bilik suara nantinya akan menentukan nasib bangsa dan negara dalam lima tahun ke depan.
Kedua, lewat jalur hukum, sebagai bentuk tindak pidana pemilu.
Hifdzil meyakini, saat ini sebagian besar masyarakat Indonesia sudah punya referensi dalam menentukan pilihan calon presiden mereka.
Setelah melalui lima kali debat yang ditayangkan secara nasional, kata dia, masyarakat bisa menilai kedua kontestan dalam segi visi misi, performa dalam debat, dan lain-lain.
"Jadi saya harap politik uang sudah tidak lagi relevan," ujar Hifdzil.
Ia meyakini, pemilu yang dimenangkan melalui politik uang akan membawa dampak sangat buruk bagi bangsa dan demokrasi dalam pemerintahan.
Hifdzil menjelaskan, pelaku politik uang akan berupaya mengembalikan uang yang telah mereka habiskan melalui cara-cara yang melanggar konstitusi, jika ia terpilih.
Kebijakan yang akan diambil praktis berorientasi pada keuntungan diri dan kelompoknya.
"Praktis hak-hak rakyat jadi prioritas kedua. Jangan harapkan kemajuan di bidang kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan masyarakat sesuai amanat konstitusi," ujarnya.

No comments:

Paling banyak dibaca